Esensi Al-Kitab Di Mata Para Teolog
Pertama: Proses Penyusunan Al-Kitab
Henry
Chadwick, di dalam buku Al-Kanisah Fi Al-’Alam Al-Qadim (Gereja Di Dunia
Klasik), Then. 1972, helm. 42, mengatakan bahwa mayoritas penganut Kristen
mempercayai secara Naif bahwa Al-Kitab yang mereka pegang sekarang memiliki
bentuk yang sama sajak awal. Mereka yakin bahwa Al-Kitab sejak dahulu memuat
bagian-bagian yang sama dengan bagian-bagian yang terdapat di dalam Al-Kitab
pegangan mereka.
Mereka
tidak mengetahui—sesungguhnya mereka tidak ingin tahu, agar tidak terusik rasa
ragu—bahwa umat Nasrani periode pertama hanya memiliki kitab Perjanjian Lama
dalam rentang waktu yang lama, yaitu sekitar 200 tahun.
Salah
satu fakta mendasar yang diakui kebenarannya adalah bahwa teks-teks awal,
begitu juga rujukan setiap Injil, ditulis sebagai “cerita rakyat yang menghibur
jiwa”. (Eberhard Nestle, 1923, hlm.10)
Para
penulis teks-teks awal Perjanjian Baru itu tidak memikirkan akurasi sejarah dan
doktrin-doktrin Kristen, karena manusia pada masa itu, yakni sebelum tahun 200
M, tidak memikirkan hukum dan belum berobsesi menjadikan karya-karya mereka
yang telah beredar dan diterima publik sebagai kitab suci. (Johann Beumer,
1968, helm.10 dst)
Pada
masa umat Nasrani periode pertama, hukum-hukum dari Perjanjian Lama belum
sepenuhnya ditinggalkan. (Niberger, Nishf Al-Haqiqah Aw Al-Kitab Al-Kamil
(Setengah Hakikat atau Kitab Yanh Sempurna), 1968, hlm. 27)
Proses
penyusunan kitab-kitab Perjanjian Baru berjalan sangat lambat. Dalam rentang
waktu yang lama, manusia tidak berpikir bahwa kitab-kitab ini akan dianggap
suci.
Seiring
perjalanan waktu, pembacaan kitab-kitab ini di hadapan publik semakin sering.
Meskipun demikian, tiada seorang pun yang menganggap kitab-kitab ini sama
dengan kitab-kitab suci di dalam Perjanjian Lama. Setelah polemik yang panjang
antara berbagai sekte Kristiani, ketika masing-masing sekte di desak kebutuhan
untuk bersandar pada rujukan yang otoritatif, konsep kesucian kitab-kitab
Perjanjian Baru pun muncul. Dan sekitar tahun 200 M, secara perlahan-lahan
muncullah upaya untuk menjadikan kitab-kitab itu sebagai kitab suci.
Dalam
rentang waktu 200 tahun berikutnya, muncullah perselisihan mengenai kitab mana
dari sekian banyak kitab itu yang akan dibaca di depan publik, dianggap sebagai
kitab suci, dan digabung berdasarkan hukum kitab suci dengan Perjanjian Baru.
Satu sekte memilih kitab-kitab tertentu, tapi sekte lain menentang pemilihan
tersebut.
Sajak
saat itu sampai 1600 tahun selanjutnya, umat Kristiani tidak pernah bersepakat
dalam masalah ini. Penyebabnya, gereja pada saat itu telah menjadi sekuler dan
keluar dari ruh ajaran-ajaran aslinya akibat pengaruh Kaisar yang kafir dan
ateis, uskup-uskup yang tidak memiliki integritas moral yang memiliki otoritas
untuk mengunggulkan tujuan-tujuan dan orientasi pribadi mereka dan akibat
pilihan yang mereka buat secara sembarangan. (Bandingkan dengan Al-‘Ahd
Al-Jadid Ka Kitab Al-Kana’is (Perjanjian Baru Sebagai Kitab Gereja), Thn. 1966,
hlm. 23, yang membicarakan salah satu fungsi legal gereja.)
Contoh
lain, orang-orang yang mengimani Al-Kitab tidak mengetahui—lebih tepatnya tidak
ingin tahu---bahwa Luther menolak keras surat Yakobus dan menganggapnya sebagai
surat yang rapuh. Luther juga tidak mengakui Kitab Mimpi Yohanes dan Surat
Paulus kepada orang Ibrani di dalam Injilnya. (Jean Schorer, helm. 123; H.J.
Holzmann, helm. 178.)
Mengenai
Al-Kitab, di dalam buku Haqiqah Al-Kitab Al-Muqaddas Tahta Majhar ‘Ulamaa
Al-Lahut (Esensi Al-Kitab Di Mata Para Teolog) ini Dr. Robert berkata, ‘Di sini
saya harus menegaskan bahwa Al-Kitab tidak dapat dianggap sebagai satu kitab
sebagaimana ditunjukkan namanya, Bibel/kitab. Dia juga tidak ditulis oleh
seorang penulis. Bibel adalah kumpulan karya yang benar-benar berbeda satu sama
lain, yang ditulis para penulis yang benar-benar berbeda, pada zaman dan budaya
yang berjauhan satu sama lain.”
Hal
ini terlihat juga dalam perbedaan yang mendasar dalam seluruh aspek, khususnya
dalam aspek moral dan duniawi. Bibel adalah buku yang tidak memiliki kesatuan
(konsep yang berkaitan). Hal inilah yang memungkinkan setiap orang untuk
membuat konsep tersendiri tentang kitab suci, karena Bibel memuat sesuatu
tentang segala sesuatu.
Karena
itu, Prof. Schorer menyamakan “Al-Kitab” dengan gambar katedral kuno dengan
penampilan yang agung dan dibangun oleh banyak generasi. Menurut beliau,
Al-Kitab lebih serupa dengan karya seni yang indah, tapi jelas merupakan karya
manusia. (hlm. 112)
Perlu
kita ketahui, hukum Protestan, Katolik, Gereja-gereja Timur tidak sama dan
tidak dapat disatukan hingga sekarang. Setiap Kanon dari ketiga sekte tersebut
memuat buku-buku yang ditolak oleh sekte lain.
Kias
semua tahu bahwa banyak kitab di dalam Perjanjian Baru ditulis dan dinisbahkan
kepada figur tertentu yang telah mati atau terbunuh berpuluh tahun sebelum
tanggal-tanggal penulisan kitab-kitab tersebut. Misalnya, kitab-kitab yang
dinisbahkan kepada Petrus atau Paulus yang telah terbunuh beberapa tahun
sebelum tahun 70 M. Ada kitab yang dinisbahkan kepada Petrus, yaitu Surat
Petrus yang Pertama (sekitar tahun 95) dan Surat Petrus Yang Kedua (tahun 150),
dan ada kitab yang dinisbahkan kepada Paulus buku Surat Paulus Yang Pertama dan
Yang Kedua Kepada Timotius, dan Surat Paulus Kepada Titus (tahun 100).
Perlu
kita ingat juga, tanggal yang diasumsikan sebagai akhir kehidupan Isa
‘Alaihissalam di ini dan pengangkatannya ke langit adalah tahun 33 M. Dengan
demikian, Injil yang tertua, yakni Injil Markus, ditulis 35 tahun setelah
kematian Isa ‘Alaihissalam, sedangkan Injil yang paling muda, yakni Injil
Yohanes, ditulis pada periode antara 70-90 tahun setelahnya. Dan, jangan kita
lupa, semua ini terjadi pada periode yang dipenuhi kekejaman dan paganisme.
Selain
itu, kitab-kitab Kristiani tertua yang diterima oleh gereja-gereja pertama
adalah surat-saurat Paulus—orang yang sekonyong-konyong mendeklerasikan
perpindahannya ke agama Kristiani dengan cara yang tidak masuk akal manusia
paling awam sekalipun. (Lihat: Kisah Para Rasul 9,22,26) Rasul-rasul dan
murid-murid Yesus juga meragukan surat-surat itu, dan menolak kehadiran Paulus,
sampai Barnabas merekomentasikannya.
Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba
menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena
mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. Tetapi Barnabas
menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada
mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan
berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama
Yesus. (Kisah Para Rasul 9:26-27)
Banyak
ahli Al-Kitab yang menolak Paulus dan ajarannya secara total. Bahkan,
murid-murid dan pengikut-pengikut Isa ‘Alaihissalam menolak ajaran-ajaran Paulus
dimasukkan ke dalam Kitab Suci. Sebab, manuskrip Al-Kitab yang terbaik dan
tertua—menurut pendapat mereka—tidak memuat surat-surat Paulus. Di sini, saya
akan mengutip perkataan para ahli Al-Kitab, bahkan mengutip teks Al-Kitab itu
sendiri, Paulus mau pergi ke
tengah-tengah rakyat itu, tetapi murid-muridnya tidak mengizinkannya. (Kisah Para Rasul 19:30)
Lebih
dari itu, pimpinan murid-murid Isa ‘Alaihissalam mengutuk dan menyuruh Paulus
mensucikan diri dari dosa-dosa dan bid’ah yang telah dia ajarkan kepada manusia
yang telah dibengkokkan oleh Paulus. Al-Kitab menjelaskan:
Ketika kami tiba di Yerusalem, semua saudara
menyambut kami dengan suka hati. Pada keesokan harinya pergilah Paulus
bersama-sama dengan kami mengunjungi Yakobus; semua penatua telah hadir di
situ. Paulus memberi salam kepada mereka, lalu menceriterakan dengan terperinci
apa yang dilakukan Allah di antara bangsa-bangsa lain oleh pelayanannya.
Mendengar itu mereka memuliakan Allah. Lalu mereka berkata kepada Paulus:
"Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan
mereka semua rajin memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka mendengar tentang
engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara
bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya
mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat
kita. Jadi bagaimana sekarang? Tentu mereka akan mendengar, bahwa engkau telah
datang ke mari. Sebab itu, lakukanlah apa yang kami katakan ini: Di antara kami
ada empat orang yang bernazar. Bawalah mereka bersama-sama dengan engkau,
lakukanlah pentahiran dirimu bersama-sama dengan mereka dan tanggunglah biaya
mereka, sehingga mereka dapat mencukurkan rambutnya; maka semua orang akan tahu,
bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar,
melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat. Tetapi mengenai
bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan
keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang
dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati
dicekik dan dari percabulan." Pada hari berikutnya Paulus membawa
orang-orang itu serta dengan dia, dan ia mentahirkan diri bersama-sama dengan
mereka, lalu masuk ke Bait Allah untuk memberitahukan, bilamana pentahiran akan
selesai dan persembahan akan dipersembahkan untuk mereka masing-masing. Ketika
masa tujuh hari itu sudah hampir berakhir, orang-orang Yahudi yang datang dari
Asia, melihat Paulus di dalam Bait Allah, lalu mereka menghasut rakyat dan
menangkap dia, sambil berteriak: "Hai orang-orang Israel, tolong! Inilah
orang yang di mana-mana mengajar semua orang untuk menentang bangsa kita dan
menentang hukum Taurat dan tempat ini! Dan sekarang ia membawa orang-orang
Yunani pula ke dalam Bait Allah dan menajiskan tempat suci ini!" Sebab
mereka telah melihat Trofimus dari Efesus sebelumnya bersama-sama dengan Paulus
di kota, dan mereka menyangka, bahwa Paulus telah membawa dia ke dalam Bait
Allah. Maka gemparlah seluruh kota, dan rakyat datang berkerumun, lalu
menangkap Paulus dan menyeretnya keluar dari Bait Allah dan seketika itu juga
semua pintu gerbang Bait Allah itu ditutup. Sementara mereka merencanakan untuk
membunuh dia, sampailah kabar kepada kepala pasukan, bahwa seluruh Yerusalem
gempar. Kepala pasukan itu segera bergerak dengan prajurit-prajurit dan
perwira-perwira dan maju mendapatkan orang banyak itu. Ketika mereka melihat
dia dan prajurit-prajurit itu, berhentilah mereka memukul Paulus. (Kisah Para Rasul 21:17-32)
Al-Kitab
menafsirkan keagungan dengan ketidakmampuan Anda untuk memahami, kesediaan Anda
buntu tidak bertanya-tanya, dan kemauan Anda untuk tidak berdiskusi demi
kebenaran! Paulus mengatakan,
Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak
bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada
bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan
yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara
mereka seperti bintang-bintang di dunia. (Filipi 2:14-15)
Kedua, Teks Al-Kitab yang Asli
1. Dr. Robert Kell Seller mengatakan, “saat saya
berbicara tentang teks Al-Kitab, yang saya maksud hanyalah teks yang disebut
sebagai “teks asli” (Teks tertua), dan bukannya terjemahan-terjemahan ayan
biasa kita gunakan. Tapi, saya menggunakan kata teks asli dengan dua tanda
petik, kerena sebenarnya teks atau rujukan asasi itu tidak ada sama sekali.
Yang kita miliki hanyalah manuskrip kuno yang merujuk kepada teks-teks lain
(kutipan dari kutipan) yang lebih tua umurnya. Dan, teks ini pun boleh jadi
kutipan dari teks lain.”
2. Pada awalnya, “teks asli” ini bukan teks
tertulis (sebagaimana ditunjukkan oleh kata Kitab Suci yang muncul belakangan),
dan bukan satu buku, melainkan berasal dari banyak buku yang berbeda-beda dan
tidak berkaitan satu sama lain. Karena itu, salah apabila kita membayangkan
Al-Kitab adalah satu buku, karena Al-Kitab yang kita baca dalam edisi
terjemahan saat ini adalah hasil kompilasi para ulama dari berbagai manuskrip
(Holzmann, helm. 32, mengatakan ada sekitar 1500 manuskrip), dan
manuskrip-manuskrip yang tidak sempurna dan mencakup kisah-kisah yang menjadi
bagian yang sangat kecil di dalam Al-Kitab.
3. Berkenaan dengan Perjanjian Baru, apa yang
disebut “teks asli” itu tersusun antara tahun 50-200 M. Ini adalah rentang
waktu yang panjang setelah kematian Yesus. Bahkan, 50 tahun pun merupakan
rentang waktu yang sangat panjang dan memungkinkan untuk tersebar luasnya mitos
dan legenda, apalagi penyusunan mayoritas teks asli tidak dikuatkan oleh
saksi-saksi mata. Di sini, kita harus ingat, berapa banyak legenda yang muncul
dalam beberapa tahun saja setelah kematian Che Guevera!
Silakan
baca pengakuan Lukas menganai hal ini,
Teofilus yang mulia, Banyak orang telah
berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi
di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari
semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku
menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku
mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau
dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar. (Lukas 1:1-4)
Di
manakah tulisan-tulisan tentang Isa ‘Alihissalam yang disampaikan oleh
orang-orang yang sejak semula adalah saksi mata dan pelayan firman tersebut?
Manuskrip-manuskrip
yang ada (seperti telah saya singgung, ada 1500 buah) ditulis kira-kira antara
abad keempat sampai dengan abad kesepuluh. Tentu saja ada manuskrip-manuskrip
yang lebih tua, tapi demi kepentingan ilmiah, kita harus membuat klasifikasi
yang tegas terhadapnya.
4. Saya harus menegaskan bahwa kita tidak
memiliki bagian yang sangat kecil sekalipun dari teks asli Al-Kitab (Dr. Robert Kell Seller menegaskan bahwa kita
sama sekali tidak memiliki tulisan apa pun yang berasal dari Yesus. Para
peneliti sepakat bahwa Yesus tidak meninggalkan warisan tertulis. Banyak orang
tidak mengetahui bahwa murid-murid Yesus pun tidak menulis apa-apa, kecuali
segelintir paragraf. Bahkan, Paulus sendiri tidak meninggalkan teks tertulis
untuk kita.) jadi, yang kita miliki hanyalah naskah-naskah kutipan.
5. Mayoritas “manuskrip asli” itu telah hilang,
khususnya manuskrip yang tertua, terbaik, dan paling menyerupai “manuskrip yang
paling asli”.
6. Poin ini sangat penting: manuskrip-manuskrip
asli itu tiada yang sama satu dengan lainnya. Mengenai hal ini, pendeta Joan
Schorer mengatakan (hlm. 104) bahwa manuskrip-manuskrip
ini memuat lebih dari 50.000 perbedaan (penyimpangan dan perubahan dari yang
asli). Peneliti lain mengatakan, mencapai 150.000 perbedaan. Ulsher mengatakan,
antara 50.000-150.000 perbedaan. Bahkan, kesalahan yang ada di dalam
manuskrip-manuskrip yang menjadi bahan utama Al-Kitab yang kita pegang sekarang jauh melebihi jumlah tersebut. Hal ini
mendorong Wilhelm Schmidh (hlm. 39) untuk mengatakan bahwa setiap halaman di
dalam berbagai Injil memuat sangat banyak perbedaan dengan “teks aslinya”.
Sebuah
kajian teologis yang dimuat koran Tagesanzeiger
, terbitan Zurich, Swiss, tanggal 18 februari 1972, menyebutkan, ada seperempat
juta perbedaan antara Injil-Injil sekarang dengan teks asli.
Realenzyklopadie berpendapat lebih jauh lagi. Ia menyatakan
bahwa setiap kalimat yang ada di dalam manuskrip menunjukkan banyak sekali
perubahan. Hal ini mendorong Heronimus menulis surat kepada Wamasus untuk
mengeluhkan banyaknya perubahan di antara manuskrip-manuskrip, “Tot Sun Pane dot codicos.” (Disebutkan
oleh Eberhand Nestle, hlm. 42)
Ulsher
mengatakan bahwa banyaknya naskah kutipan (manuskrip) menyebabkan banyaknya
kesalahan. Ini tidak mengherankan, karena kemiripan konteks “dapat kita ketahui
di tengah-tengah kalimat!” (hlm. 577). Ulsher juga mengulas secara umum
keanehan sistematika (hlm. 591), teks yang di edit secara total (hlm. 578, 579,
591), kesalahan-kesalahan fatal (hlm. 581), dan menjauhkan teks dari kandungan
dengan cara yang kasar (hlm. Xiii). Semua ini ditunjukkan oleh revisi-revisi
(yang disebut diskusi-diskusi kritis) yang dilakukan oleh gereja pada masa
lalu. (hlm. 590)
Eberhand
Nestle juga menyebutkan adanya “perbedaan-perbedaan yang merepotkan di dalam
teks-teks al-kitab” (hlm. 42) dan menegaskan kembali hal ini di dalam Encyclopedia Biblica (Jld 4, hlm.
4993)
Wilhelm
Schmidt mengakui adanya kesalahan-kesalahan di dalam Al-Kitab, tapi dia
berusaha membela Al-Kitab dengan mengatakan, “Kesalahan-kesalahan ini tidak
perlu dibesar-besarkan, tapi beberapa di antaranya memang benar-benar sangat
urgen.” (hlm. 39) Hal ini membuat saya berani menegaskan bahwa Schmidt tidak
mengerti konsep Kitab Suci. Bagaimana mungkin Kitab Allah, wahyu Allah, Firman
Allah dapat mencakup sedemikian banyak kesalahan, yang menurut beberapa
peneliti mencapai jumlah seperempat juta?
7. Manuskrip-manuskrip Al-Kitab yang disebut
“teks-teks asli” tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan Yat tak terhitung,
tapi juga adanya banyak kesalahan yang muncul seiring berjalannya waktu,
khususnya kesalahan-kesalahan pengutipan. Hal ini lebih krusial dari poin
sebelumnya.
Cindorf,
penemu Sina Codex (naskah terpenting) yang berasal dari abad keempat di gereja
St. Catherine pada tahun 1844, mengatakan bahwa naskah ini minimal memuat 16000
koreksi (Realenzyklopadie) yang
dilakukan minimal 7 orang pengoreksi atau penyunting teks. Bahkan, di beberapa
tempat terjadi tiga kali penghapusan teks, dan ditulis kembali untuk keempat
kalinya. (Lihat: Synopse, Huck
Lutzmann, 1950, hlm. 11)
Friedrich
Delitzsch, pakar Perjanjian Lama dan profesor spesialis Bahasa Ibrani,
menemukan sekitar 3000 kesalahan yang berada dalam teks-teks Perjanjian Lama
yang dikajinya dengan penuh penghormatan dan kehati-hatian.
Pendeta
Jean Schorer mengatakan, “Pernyataan Al-Kitab adalah wahyu yang sempurna dan
Allah-lah penulisnya adalah pernyataan yang salah dan bertentangan dengan
prinsip-prinsip asasi logika manusia yang sehat. Hal ini ditegaskan oleh
perbedaan-perbedaan teks yang sangat jelas. Karena itu, pernyataan ini takkan
diterima kecuali oleh para penginjil yang bodoh atau orang yang berpengetahuan
dangkal (hlm. 128). Yang paling mengherankan, Gereja Katolik masih berkoar-koar
bahwa Allah-lah penulis Al-Kitab.
Encyclopedia Britannica mengatakan,
“Naskah asli (berbahasa Yunani) kitab-kitab Perjanjian Baru telah hilang sejak
dahulu. (Kecuali sedikit bagian yang tersisa dari Shaid, Mesir) seluruh naskah
yang digunakan umat Kristiani pada masa sebelum Konsili Nicea telah mengalami
nasib yang sama.”
Selanjutnya,
Encyclopedia Britannia mengatakan,
“Salah satu hal yang perlu diketahui, dalam masalah penggunaan mesin cetak pun,
para peneliti tidak sepakat, teks mana yang terlebih dulu: teks berbahasa
Yunani atau teks yang berbahasa Latin.”
Eberhand
Nestle (hlm. 162) mengatakan, “Selain membicarakan perubahan-perubahan, para
gerejawan membicarakan juga tambahan-tambahan, pengotoran, perusakan,
penghapusan, pemotongan, penghilangan, penyuntingan, (dan dengan cara sinis)
membicarakan juga koreksi, perbaikan, dan penyamaran.” Nestle juga
mengungkapkan ada rasa tidak saling percaya antar gerejawan. (hlm. 162)
Ernst
Kasemann mengadopsi pandangan yang menuduh penulis Injil Matius dan penulis
Injil Lukas mengubah teks Injil Markus yang ada di tangan mereka sebanyak 100
kali karena sebab-sebab dogmatik. (hlm. 229 dan 234)
Holzmann
mengatakan, “pengubahan yang sewenang-wenang dan disengaja ini tak diragukan
lagi dilakukan hanya demi tujuan-tujuan legitimasi saja [yaitu untuk
menunjukkan kebenaran doktrin-doktrin sekte tertentu].” (hlm. 28)
Kamus Gereja Injil (Gottingen: 1956) di
dalam entri Kritik Al-Kitab, hlm. 458, mengatakan bahwa Al-Kitab memuat
“koreksi-koreksi yang mengada-ada” yang dibuat dengan tujuan-tujuan dogmatik.
Contohnya yang sangat jelas adalah Surat Yohanes Yang Pertama 5:7 yang
menyatakan, “Sebab ada tiga yang memberikan kesaksian di dalam sorga: Bapa,
Firman, dan Roh Kudus, dan ketiganya adalah satu.”
Ulsher,
hlm. 582-591, juga mengungkapkan adanya perubahan yang di sengaja, khususnya
pada teks-teks Injil. Dia mengatakan, “Hanya orang bodoh saja yang mengingkari
hal ini.”
Semua
peneliti pada satu abad terakhir menegaskan fakta adanya berbagai pengubahan
yang disengaja di dalam Al-Kitab yang terjadi pada abad-abad pertama Masehi.
Dan, mayoritas peneliti yang berminat membicarakan sejarah kemunculan Al-Kitab,
teksnya, dan legalitasnya secara serius adalah para Teolog gereja.
Mereka
mendapati banyak sekali teks yang dikoreksi seseorang dalam bentuk yang sangat
berbeda dengan hasil koreksi orang lain. Hal ini tergantung kepada akidah sekte
yang diwakili masing-masing pengoreksi.
Akibatnya,
teks Alkitab benar-benar kacau, Berantakan, tidak mungkin diperbaiki lagi,
arena telah mengalami berbagai koreksian.
Karena
itu, Kasemann menyatakan bahwa semua upaya mendeskripsikan kehidupan Yesus
berdasarkan Injil-Injil pasti berujung kegagalan, karena derajat kepercayaan
terhadap validitas Injil-Injil itu sangat rendah. (hlm. 233)
Kita
dapat mendapati satu paragraf penuh atau beberapa bagian Al-Kitab yang menurut
Ilmu Al-Kitab ditulis pada periode belakangan. Al-Kitab edisi Zurich, misalnya,
menegaskan hal ini di banyak bagian. Artinya, bagian-bagian ini ditambahi para
penulis lain dengan mudah dan santai (misalnya, Markus 16:9-20).
Ringkasnya,
untuk menghindari pengulangan kata-kata dalam bahasan mengenai pengubahan Al-Kitab ini, saya
tegaskan bahwa para teolog modern sepakat bahwa berbagai bagian Al-Kitab tidak
ditulis oleh penulis yang namanya menempel pada kitab-kitab tersebut.
Oleh
karena itu, sekarang telah disepakati bahwa:
a. Kitab-kitab Musa tidak ditulis oleh Nabi
Musa, meskipun di situ “Nabi Musa” berbicara dengan menggunakan kata ganti
orang pertama. Sebagai contoh, lihat ulangan 5-10. (Knierim, hlm. 37)
b. Al-Kitab sering menyebut Mazmur sebagai
“Mazmur Daud”, padahal Nabi Daud tidak mungkin mengatakannya. (Knierim, hlm.
37)
c. Kata-kata Sulaiman tidak dapat dinisbahkan
kepada beliau. (Knierim, hlm. 37)
d. hanya sebagian kecil dari Kitab Yesaya yang
dapat dinisbahkan kepada Nabi Yesaya (Knierim, hlm. 37)
e. Injil Yohanes tidak mungkin ditulis oleh
Yohanes murid Yesus. (Knierim, hlm. 43)
f. St Petrus tidak menulis surat-surat yang
dinisbahkan kepadanya. Hal yang sama berlaku juga pada surat Yudas dan
surat-surat fiktif Paulus. (Schmidt, hlm. 42)
Salah
satu penyebab kondisi yang sangat aneh ini adalah perubahan-perubahan dalam
skala besar yang terjadi pada abad-abad awal Masehi. Mengenai surat-surat
Paulus, kita dapat menyatakan, jika kita mengabaikan sekitar 6 naskah yang
benar-benar berbeda satu sama lain, maka teks ini serupa dengan teksnya yang
tertua, meskipun di dalamnya terdapat banyak sekali kesalahan dari para penulis
...akan tetapi, pengubahan-pengubahan yang terjadi tidak terlalu penting dan
dapat ditafsirkan dari konteks kalimatnya. Ringkasnya, pengubahan-pengubahan
itu tidak esensial.
Sebaiknya,
pengubahan-pengubahan yang terjadi di dalam Injil-Injil, seperti penambahan
satu paragraf penuh, bersifat esensial dan dilakukan dengan sengaja. Jelas,
sebagian perubahan ini berasal dari sumber eksternal. (lihat: Encyclopedia Britannica, hlm. 519-521,
dikutip dari Al-Masih Fi Mashadir
Al-‘Aqidah An-Nashraniyah (Kristus
Menurut Buku-Buku Akidah Kristen), Jenderal Ahmad ‘Abd Al-Wahhab)
Seorang
penulis mengatakan, “Teks Perjanjian Baru yang pertama kali dicetak adalah
edisi Irazamus, Thn. 1516 M. Sebelumnya, teks-teks yang ada hanya berbentuk
manuskrip yang ditulis oleh banyak orang. Saat ini masih ada sekitar 4700 buah
manuskrip, baik berupa kisah-kisah dalam satu halaman maupun manuskrip yang
lengkap dalam beberapa lembaran dari kulit atau kain. Teks-teks di dalam
manuskrip-manuskrip itu sangat berbeda-beda. Kita tidak dapat mengatakan ada
satu manuskrip yang terbebas dari kesalahan. Kebanyakan naskah yang ada juga
mengalami pengubahan oleh para korektor.”
Agustinus,
gerejawan paling terkenal, mengakui bahwa dirinya tidak percaya terhadap
Al-Kitab karena banyaknya kesalahan (yang ada di dalam manuskrip-manuskrip),
sehingga jika ada satu kelompok atau satu institusi yang menjamin dirinya, maka
dia tidak mengikuti gereja.
Karena
itu, tiada satu kitab pun mengandung banyak sekali kesalahan, pengubahan, dan
pemalsuan, seperti halnya Al-Kitab.
Bahkan,
Al-Kitab edisi Zurich sekalipun, yang terkenal sangat konservatif, mengakui
bahwa apa yang disebut “teks asli” memuat banyak kesalahan. (Lihat: hlm. 2 dan
lampiran no. 6-22)
Sumber
mayoritas kesalahan ini adalah kesalahan pengutipan atau pembacaan yang tidak
disengaja, ketidakwaspadaan dan pemahaman yang salah pada saat pendiktean,
tidak mendalamnya penguasaan bahasa kuno atau cara penulisannya, dan usaha
“pengkoreksian” yang dilandasi oleh niat baik.
Tidak
ada perbedaan pendapat dan telah diterima sepenuhnya sejak lama tentang adanya
pengubahan di dalam “teks asli” Perjanjian Baru, khususnya di dalam
Injil-Injil. Perbedaan pendapat hanya ada dalam hal jumlah pengubahan tersebut.
Faktanya,
orang yang membuat pengubahan dan orang yang mengoreksi atau menyunting “teks
asli” tersebut memiliki nurani yang tidak lebih jernih daripada nurani kita
pada zaman sekarang. Sebab, pada masa itu, pengubahan karya-karya sastra
merupakan perkara biasa. Orang-orang zaman itu tidak mementingkan akurasi
sejarah seperti yang Ida lakukan dalam tradisi pemikiran kita selama 200 tahun
terakhir ini. (Lihat: Herbert Braun, hlm. 285) Karena itu, gereja mengklaim
bahwa kitab-kitab ini ditulis oleh Allah, walaupun gereja tidak dapat mengklaim
bahwa Tuhan pada waktu memiliki moral yang bejat. (Lihat juga: Schmidt, hlm.
43)
Di
samping itu, kita harus mencermati fakta berikut ini: perubahan yang terjadi
pada teks-teks pada masa-masa klasik adalah perkara biasa. Jika hal ini tidak
terjadi pada Al-Kitab, maka ini adalah mukjizat.
Para
pemimpin gereja pada abad-abad pertama agama Kristen percaya bahwa teks-teks
asli telah mengalami pengubahan di berbagai tempat dengan sengaja. (Lihat:
Holzmann, hlm. 28) Para pemimpin sekte pun saling menuduh saingannya telah
mengubah “teks asli”. Ini berarti mereka sepakat bahwa teks asli telah
mengalami pengubahan dan ketidakmampuan mereka untuk menunjuk satu individu
atau satu lembaga tertentu yang melakukan pengubahan tersebut.
Setiap
peneliti Al-Kitab yang serius mewakili semua sekte Kristen sepakat bahwa Al-Kitab
memuat banyak pengubahan, khususnya Perjanjian Baru, akibat keinginan setiap
sekte untuk mengukuhkan teori dogmatik mereka.
Sebuah
penerbitan pernah berinisiatif membuat lampiran ilmiah untuk edisi Al-Kitab
modern, tapi lampiran tersebut tidak jadi dicetak dan tidak boleh
dipublikasikan. Tiga puluh tahun kemudian, Dr. Robert Kell Seller bertanya
tentang sebab pelarangan tersebut. Jawaban yang beliau terima, jika umat
mengetahui seluruh kandungan lampiran tersebut, mereka tidak akan mempercayai
Al-Kitab. Seorang profesor teologi berkomentar, bukankah sangat baik bila umat
membuang keimanan yang naif terhadap Al-Kitab, karena itu pasti akan membuat
mereka senang?
Karena
itu, setiap pendeta di gereja biasanya menggunakan metode berputar-putar dalam
menjelaskan hakikat Al-Kitab, memberikan keterangan setengah-setengah, dan
keterangan yang memiliki banyak arti. Mereka juga menekankan kata “firman
Tuhan”, dengan tujuan menjaga iman umat Kristen—yang naif tersebut—kepada
Al-Kitab.
Wilhelm
Schmidt, hlm. 33, mengatakan, “Hasil-hasil kajian kritis terhadap Al-Kitab
sampai sekarang tidak pernah diekspos di mimbar-mimbar gereja, ceramah-ceramah
agama, dan lembaga-lembaga pendidikan. Ini adalah hal yang sangat menyedihkan.”
Jean
Schorer mengatakan, “Mayoritas teolog dan pendeta menyampaikan ceramah di depan
jemaatnya dengan metode yang mengindikasikan seolah-olah tidak ada sejarawan
yang berkualitas.”
Seorang
pendeta di Zurich mengatakan, “Metode mengkritisi Al-Kitab telah ada sejak awal
abad ini. Keengganan para teolog untuk menggunakannya adalah aib yang mengotori
dahi mereka.”
Dr.
Marija Burij, pimpinan sebuah gereja, dalam ceramahnya pada tahun 1972,
mengatakan, “mengatakan, “Para teolog telah melakukan dosa besar terhadap
jemaat dengan menyembunyikan informasi-informasi ini (khususnya mengenai kritik
terhadap Al-Kitab) dalam waktu yang sangat lama. Tapi, ini bukan sesuatu yang
aneh.” (Lihat: Taqrir Al-Ijtima’, hlm. 46)
Max
Ulrick, teolog, di dalam buku Al-Masihiyyah Al-Hurrah (Kristen Liberal), terbit
tahun 1979, hlm. 231 dts., mengatakan,”Sudah sangat layak dan biasa apabila
kita berbicara tentang krisis gereja. Tapi, adakahorang yang mendengar
pembicaraan tentang krisis dalam pemahaman Al-Kitab akhir-akhir ini? Krisis ini
sudah ada sejak zaman dahulu kala dan semakin lama semakin parah. Akibatnya,
telah muncul berbagai problem yang tidak dapat dikontrol oleh gereja.”
Di
dalam makalah Ernest Walter Smith di dalam buku An-Nashraniyyah Al-Hurrah
(Nasrani Liberal), Thn. 1977, hlm. 67, seorang teolog kondang bernama
Michokovski berkata, “Terdapat jurang yang terbentang lebar sejak puluhan tahun
antara teolog ilmiah dengan ceramah-ceramah gereja. Di dalam diskusi-diskusi
teolog, para pendeta biasa mendengar kritik terhadap teks Al-Kitab. Mereka
tahu, misalnya, Injil Yohanes adalah salah satu dokumen teolog gereja klasik
dan bukannya rujukan tentang kehidupan Yesus. Tapi, dalam ceramah-ceramah di
gereja, mereka biasa mengulang-ulang kata-kata Yesus di dalam Injil Yohanes tanpa
sikap kritis sedikit pun. Saat pembaptisan mereka juga menutup mata dari teks
“perintah baptis” Yesus yang mereka ketahui tidak benar.”
Smith
menyatakan bahwa gereja seharusnya berani menerima kenyataan bahwa Al-Kitab
bukanlah Kitab Suci yang kita pertahankan dengan kemunafikan, dan tidak terus
menerus menutupi dan menghapus fakta-fakta yang sangat jelas (hlm. 51).
John
Robinson, Uskup sekte Anglikan, menuntut gereja untuk membuka kartu atau
bersikap transparan dan menyadari bahwa tugas gereja yang terpenting adalah
memperjelas asas agama dan bukannya mereformasi dogma. (Munaqasyah, Munich,
1964, hlm. 52)
Sementara
Dr. Robert, di dalam bukunya ini, berpandangan, “Al-Kitab jelas penuh dengan
getaran-getaran ilahiyah dan fakta-fakta besar, tapi jelas juga bahwa ia adalah
karya manusia yang memuat kekurangan dalam berbagai bentuk yang tak terhitung
jumlahnya.”
Selain
itu, banyaknya versi Taurat dan Injil, serta kontradiksi antara versi-versi itu
merupakan bukti yang sangat jelas mengenai adanya pengubahan. Kita mempunyai
empat versi Taurat: bahasa Ibrani memuat 39 kitab, bahasa Yunani memuat
39kitab, bahasa Samaria memuat 7 kitab atau 5 kitab, dan versi Katolik 46
kitab.
Adam
Clark, di buku tafsirnya jilid keenam, menyatakan, “Injil-Injil palsu beredar
luas pada abad-abad pertama agama Kristen. Fiber Basinus telah mengumpulkan
lebih dari 70 Injil dan menghimpunnya dalam tiga jilid.”
Fastus,
tokoh utama sekte Mani pada abad keempat Masehi, mengatakan, “Pengubahan agama
Kristen adalah fakta. Al-Kitab yang dipegang umat Kristen sekarang bukanlah
karya Yesus atau murid-muridnya, tapi karya orang-orang yang tidak dikenal
namanya, lalu dinisbahkan kepada murid-murid Yesus agar diterima manusia.”
Seorang
ahli sejarah Kristen dari Jerman, di dalam bukunya Al-Islam, mengatakan,
“Riwayat-riwayat tentang penyaliban dan penebusan adalah buatan Paulus dan
orang-orang munafik sepertinya. Apalagi ulama Kristen klasik maupun modern
telah mengakui bahwa gereja secara umum sejak masa murid-murid Yesus sampai 325
tahun berikutnya tidak memiliki Kitab Suci tertentu yang dijadikan pegangan,
tapi setiap sekte memiliki kitab tersendiri?
Lukas
telah mengakui hal ini di pendahuluan injilnya, sehingga dia memutuskan untuk
mengirimkan surat pribadi kepada Teofilus untuk menerangkan hal ini, setelah
kebenaran tercerai berai dan hilang di tengah-tengah omong kosong dan
kebatilan. Lukas mengatakan, “Teofilus
yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan
kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari
asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur
bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan
kepadamu sungguh benar. “ (Lukas 1:1-4)
Paulus
juga mengakui bahwa ia menulis surat-surat pribadi. Dia mengatakan, “Jadi orang yang kawin dengan gadisnya
berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih baik.
Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas
untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah
seorang yang percaya. Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia
tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga mempunyai
Roh Allah.” (1 Korintus 7:38-40)
Sekarang tentang para gadis. Untuk mereka
aku tidak mendapat perintah dari Tuhan. Tetapi aku memberikan pendapatku
sebagai seorang yang dapat dipercayai karena rahmat yang diterimanya dari
Allah. Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik
bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya. (1 Korintus 7:25-26)
Jika
Tuhan tidak mewahyukan apa-apa kepadanya, mengapa dia berani menyebutkan
pendapatnya sendiri di dalam Kitab Allah? Bukankah hal ini bertentangan dengan
pernyataan Anda bahwa wahyu Tuhan menghapus semua pendapat para penulis
manuskrip? Ataukah tokoh-tokoh gereja pada abad keempat berani menjadikan
surat-surat pribadi itu sebagi wahyu Tuhan?
“Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan,
katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan
perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu
menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak
beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia
menceraikan laki-laki itu.” (1
Korintus 7:12-13)
“Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu:
jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna
bagimu.” (Galatia 5:2)
Inilah
salah satu pernyataan Paulus yang membuatnya dikutuk dan dikafirkan oleh
murid-murid Yesus.
Mungkinkah
Tuhan menurunkan wahyu yang menerangkan bahwa Paulus akan pergi ke Nikopolis
untuk bermusim dingin di sana?
“Segera sesudah kukirim Artemas atau
Tikhikus kepadamu, berusahalah datang kepadaku di Nikopolis, karena sudah
kuputuskan untuk tinggal di tempat itu selama musim dingin ini.” (Titus 3:12)
Selain
itu, surat-surat Paulus penuh dengan basa-basi, permintaan, dan wasiat pribadi.
Paulus mengatakan,
“Aku meminta perhatianmu terhadap Febe,
saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea, supaya kamu menyambut dia dalam
Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang-orang kudus, dan berikanlah kepadanya
bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada
banyak orang, juga kepadaku sendiri. Sampaikan salam kepada Priskila dan
Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. Mereka telah mempertaruhkan
nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih,
tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi. Salam juga kepada jemaat di rumah
mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama
dari daerah Asia untuk Kristus. Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras
untuk kamu. Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara-saudaraku sebangsa,
yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang yang
terpandang di antara para rasul dan yang telah menjadi Kristen sebelum aku.
Salam kepada Ampliatus yang kukasihi dalam Tuhan. Salam kepada Urbanus, teman
sekerja kami dalam Kristus, dan salam kepada Stakhis, yang kukasihi. Salam kepada
Apeles, yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk
isi rumah Aristobulus.” (Roma
16:1-10)
Saya
cukup sampai di sini, karena seluruh pasal 16 ini berisi salam dan basa-basi.
Apa
urgensi selendang Paulus yang dilupakannya di Troas sehingga Tuhan
menyebutkannya di dalam Kitab Suci-Nya?
“Hanya Lukas yang tinggal dengan aku.
Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku.
Tikhikus telah kukirim ke Efesus. Jika engkau ke mari bawa juga jubah yang kutinggalkan
di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama perkamen itu.
Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku.
Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya.” (2 Timotius 4:11-14)
“Saudara-saudara, doakanlah kami.
Sampaikanlah salam kami kepada semua saudara dengan cium yang kudus. Demi nama
Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibacakan kepada semua
saudara.” (1 Tesalonika 5:25-27)
Yang
aneh, Gereja Roma adalah gereja yang menetapkan buku-buku yang sah dan wajib
disebarluaskan, menghapus buku-buku lain dan menganggapnya sebagai buku yang
tidak sah. Di antaranya, buku-buku dan surat-surat Yesus sendiri, Kitab Maryam
sang Perawan, dan Injil-injil lain karya murid-murid Yesus. Atas dasar otoritas
apa gereja malakukan hal tersebut? Tidak ada seorang pun di dunia yang memiliki
sedikit akal sehat yang dapat mengatakan bahwa gereja tidak dapat melakukan
kesalahan.
Paus
Vatikan belakangan ini secara resmi telah menatakan permohonan maaf atas
penindasan terhadap pihak-pihak yang bertentangan dengannya dalam masalah
keyakinan atau pendapat yang dilakukan oleh gereja pada masa lalu. Artinya, Paus
dan gereja dapat melakukan kesalahan. Kita juga mengetahui atau mendengar
tentang kekerasan seksual yang terjadi pada masa lalu atau pada masa kini, dan
Vatikan akan membayar ganti rugi finansial yang besar bagi para korban, juga
pemecatan beberapa uskup dan pendeta yang terbukti melakukan kekerasan seksual
terhadap anak-anak, terhadap putra-putri istana, dan para biarawati. Dengan demikian,
tidak ada apa yang anda sebut sebagi Roh Kudus penyelamat umat-Nya, memberikan
pemahaman dan kebijaksanaan, dan memberikan hak kepada gereja untuk mewakili
Allah di bumi dan mengampuni dosa-dosa.
Dengan
demikian, mengapa gereja pertama dapat terhindar dari kesalahan dalam memilih
sejumlah buku dan menganggapnya sebagai Kitab Suci, dan menolak buku-buku lain
dan menganggapnya sebagai apokrip? Kita telah melihat sendiri adanya beberapa
teks yang dibuang oleh gereja yang telah memilih buku-buku yang memuat teks-teks
tersebut dan menganggapnya sebagai kitab suci, seperti teks Markus 16:9-20.
(Dikutip
dari buku berjudul “Bibel Membawa Petaka?” halaman 231-255)
pertanyaanx adalah,.apakah anda ketika membaca Alkitab untuk mencari kebanaran atau untuk mencari apa yang menurut anda salah,.
BalasHapusbegitu juga dgn kaum anda! apakah anda dan kaum anda ketika membaca kitab suci alquran adalah untuk mencari kebenaran atau untuk mencari apa yg anda anggap salah????
HapusBUKAN mencari kesalahan Bible tapi mereka para Bible scholars justru akhirnya malah banyak MENEMUKAN KESALAHAN KESALAHAN dalam Bible yang selama ini banyak disembunyikan oleh penguasa GEREJA
BalasHapus